Kamis, 28 Juni 2012

Leasing ( Sewa Guna Usaha )


Pengertian Leasing
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba,  tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.


Manfaat Leasing
Manfaat leasing adalah bahwa lessee dapat memanfaatkan aktiva tersebut tanpa harus memiliki aktiva tersebut. Sebagai kompensasi manfaat yang dinikmati, maka lesse mempunyai kewajiban untuk membayar secara periodik sebagai sewa aktiva yang digunakan. Manfaat lain adalah bahwa lessee tidak perlu menanggung biaya perawatan, pajak dan asuransi.


Pihak yang Terlibat Dalam Leasing
1.     Penyewa guna usaha (lessee)
Perusahaan atau perorngan yang menggunakan barang barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan sewa guna usaha (lessor).
2.     Perusahaan sewa guna usaha (lessor)
Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal baik secara financial atau capital lease, operating lease dan sale and leaseback.
3.     Supplier
Supplier adalah pihak penjual barang yang disewa gunakan usaha

Bentuk Kegiatan Leasing
1.     Financial Leases / capital Leases
Kegiatan sewa guna usaha, dimana penyewa guna usaha (lesse) pada masa akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
2.     Operating Leases
Adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha tidak mempunyai opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Jangka Waktu Sewa Guna Usaha
1.     Jangka waktu untuk operating leases umumnya lebih pendek dibandingkan dengan umur ekonomis barang yang disewa guna usahakan.
2.     Sedangkan untuk financial leases umumnya jangka waktu sewa guna usaha mendekati 


Kerugian Sewa Guna Usaha (leasing)
1.     Hak kepemilikan barang hanya akan berpindah apabila kewajiban leases telah diselesaikan dan hak opsi digunakan.
2.     Seandainya terjadi pembatalan suatu perjanjian sewa guna usaha, maka kemungkinan biaya yang ditimbulkan cukup besar.
3.     Barang modal yang diperoleh oleh leases tidak dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit.
4.     Resiko yang melekat pada peralatan atau barang modal itu sendiri, kemungkinan adanya kenakalan penyewa guna usaha untuk melakukan jual atau sewa kepada pihak guna usaha yang lain.
5.     Fluktuasi bunga. Adanya fluktuasi bunga menimbulkan resiko bunga bagi perusahaan sewa guna usaha, karena antara investasi dalam barang yang disewa guna usaha dengan sumber dana pembelanjaan tidak sesuai.


Keuntungan Sewa Guna Usaha (leasing)
1.     Biaya yang lebih rendah
Lessor dapat memberikan kepada leasee tingkat pembayaran yang lebih rendah dengan memanfaatkan pelakuan pajak yang diperolehnya.
2.     Penghematan modal
Dengan leasing dapat diperoleh pembiayaan 100% dari harga barang modal yang dibutuhkan, sedangkan untuk kredit diperlukan pembayaran uang muka.


Jenis – Jenis Leasing
1.     Independent Leasing Company
Adalah jenis pembiayaan leasing dimana lessor bebas menentukan pembelian barang dari berbagai supplier yang kemudian di lease kepada pemakai.
2.     Captive Lessor
Adalah jenis pembiayaan leasing dimana lessor memiliki supplier tersendiri yang berperan sebagai perusahaan induk. Pihak pertama terdiri dari perusahaan induk dan anak perusahaan dan pihak keduanya lessee sebagai pemakai barang
3.     Lessee Broker atau Packager
Adalah jenis pembiayaan leasing dimana broker yang biasanya tidak memiliki barang atau peralatan hanya berfungsi mempertemukan calon lease dengan lessor.


Unsur – Unsur Perjanjian Pada Leasing
Ada 10 unsur – unsur penting yang terdapat pada perjanjian leasing. Unsur – unur tersebut antara lain :
1.     Negoisasi
Calon lessee melakukan negoisasi dengan supplier mengenai barang yang dibutuhkan. Negoisasi ini meliputi tentang harga, jenis barang beserta seri atau tipenya.
2.     Supplier
Penghasil barang, dealer ataupun distributor dari barang yang dibutuhkan oleh lessee.
3.     Lessee
Pihak yang akan memakai barang yang akan dileasekan merupakan pemilik barang secara ekonomis dan ia pula yang bertanggung jawab atas perawatan barang, asuransi dan hal – hal yang berkenaan dengan pengoperasian barang tersebut.
4.     Lessor
Pihak yang memiliki barang yang menjadi obyek perjanjian leasing.
5.     Kontrak Leasing
Kontrak yang dilakukan antara lessor dan lessee yang merupakan landasan hukum atas perjanjian leasing yang telah disepakati bersama.

      6.    Harga Barang
Harga final yang telah dinegoisasikan antar lessee dan supplier dan juga merupakan harga yang dibayar oleh lessor kepada supplier.
7.     Hak pemilikan barang hak ini mulai dilimpahkan kepada lessor pada saat pembayaran telah dilakukan.

8.     Pembayaran Rental
Pembayaran ini dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan, ataupun tengah tahunan atas penggunaan barang selama masa perjanjian leasing.
9.     Periode Leasing
Merupakan masa berlangsungnya perjanjian leasing yang telah disetujui bersama antara lessor dan lessee.
10.  Nilai Sisa
Berdasarkan nilai sisa yang telah disetujui bersama (menurut peraturan besarnya nilai sisa minimal adalah 10% dari harga barang tersebut), maka lessee mempunyai hak untuk membeli barang tersebut.


Proses dan Mekanisme Transaksi Leasing
Dari definisi leasing yang telah dibahas pada awal bab ini dapat disimpulkan bahwa leasing mengandung arti suatu perjanjian antara pemilik barang (lessor) dengan pemakai barang (lessee), mekanisme leasing tersebut merupakan dasar – dasar dalam suatu transaksi leasing (basic lease). Pihak lessee berkewajiban membayar sewa secara periodik kepada lessor sebagai kompensasi atas penggunaan barang tersebut. Dalam definisi ini hanya dua pihak yang terkait yaitu lessor dan lessee dalam suatu mekanisme transaksi leasing.
Perjanjian atau kontrak leasing umumnya dalam bentuk tertulis, dan memuat berbagai persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan transaksi leasing. Persyaratan – persyaratan dalam perjanjian tersebut antara lain memuat jangka waktu barang tersebut akan digunakan, jumlah dan cara pelaksanaan angsuran leasing, spesifikasi barang yang silease dan persyaratan pengalihan pada akhir masa kontrak leasing.



Sumber :


Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing


Pengertian Pasar Uang
Pasar uang adalah suatu tempat pertemuan abstrak dimana para pemilik dana jangka pendek dapat menawarkan kepada calon pemakai yang membutuhkannya, baik secara langsung maupun melalui perantara.

Ciri – Ciri Pasar Uang
1.     Menekankan pada pemenuhan dana jangka pendek
2.     Mekanisme pasar uang ditekankan untuk mempertemukan pihak yang mempunyai kelebihan dana dan yang membutuhkan dana
3.     Tidak terikat pada tempat tertentu seperti halnya pasar modal

Tujuan Pasar Uang
1.     Keamanan likuiditas
2.     Peluang untuk mendapatkan bunga
3.     Mengelola atau mengurangi resiko karena :
a.     Turunnya harga saham
b.     Resiko gagal bayar
c.      Resiko inflasi
d.     Resiko valuta
e.     Resiko reinvestment
f.       Resiko politik

Tujuan Pasar Uang dari Pihak yang Membutuhkan Dana
1.     Untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek
2.     Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas
3.     Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja
4.     Sedang mengalami kalah keliring

Tujuan Pasar Uang dari Pihak yang Menanamkan Dana
1.     Untuk memperoleh penghasilan dengan tingkat suku bungan tertentu
2.     Membantu pihak – pihak yang mengalami kesulitan keuangan
3.     spekulasi

Fungsi Pasar Uang
1.     Sebagai perantara dalam perdagangan surat – surat berharga berjangka pendek
2.     Sebagai penghimpun dana berupa surat – surat berharga jangka pendek
3.     Sebagai sumber pembiayaan bagi perusahaan untuk melakukan investasi
4.     Sebagai perantara bagi investor luar negri dalam menyalurkan kredit jangka pendek kepada perusahaan di Indonesia.

Peserta Pasar Uang
1.     Lembaga keuangan
2.     Perusahaan besar
3.     Lembaga pemerintahan
4.     Individu – individu

Jenis – jenis Resiko Investasi dalam Pasar Uang
1.     Resiko Pasar
2.     Resiko Reinvestment
3.     Resiko gagal bayar
4.     Resiko inflasi
5.     Resiko politik
6.     Marketability atau liquidity risk

Instrumen Pasar Uang
1.     Call Money ( interbank call money market )
Adalah penempatan atau peminjaman dana jangka pendek antar bank.
2.     Sertifikat Bank Indonesia ( SBI )
Adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
3.     Sertifikat Deposito
Deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Ciri pokok yang membedakannya dengan deposito berjangka terletak pada sifat yang dapat dipindahtangankan atau diperjual belikan sebelum jangka waktu jatuh temponya melalui lembaga – lembaga keuangan lainnya.
4.     Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
Ditinjau dari jenis transaksi dan warkatnya SBPU dapat dibedakan sebagai berikut :
a.     Surat sanggup (aksep/promes)
Surat sanggup yang diterbitkan oleh nasabah dalam rangka penerimaan kredit dari bank untuk membiayai kegiatan tertentu
b.     Surat wesel
Surat wesel yang ditarik oleh suatu pihak dan diaksep oleh pihak lain dalam rangka transaksi tertentu.


Pengertian Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asing merupakan pasar dimana transaksi valuta asing dilakukan antar negara atau suatu negara. Dalam setiap kali transaksi valuta asing maka digunakan kurs (nilai tukar). Dalam perdagangan pasar valuta asing internasional hanya mata uang yang tergolong “convertible currencies” yang sering diperdagangkan.

Tujuan Pasar Valuta Asing
1.     Untuk transaksi pembayaran
2.     Mempertahankan daya beli
3.     Pengiriman ke luar negri
4.     Mencari keuntungan
5.     Pemagaran resiko
6.     Kemudahan berbelanja

Jenis – Jenis Transaksi Pasar Valuta Asing
1.     Transaksi spot
Dalam transaksi spot biasanya penyerahan valas ditetapkan dua hari kerja berikutnya
2.     Transaksi barter
Kombinasi antara pembeli dan penjual untuk dua mata uang secara tunai yang diikuti membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan tunggak secara stimultan dengan batas waktu yang berbeda.
3.     Transaksi tunggak
Transaksi yang penyerahannya dilakukan beberapa mendatang, baik secara mingguan atau bulanan.

Fungsi Pasar Valuta Asing
1.     Memperlancar terjadinya kegiatan ekspor dan impor
2.     Memperlancar penukaran valuta asing
3.     Memperlancar pemindahan dana dari suatu negara ke negara lainnya
4.     Memberikan tempat para pedagang valuta asing untuk melakukan spekulasi

Pelaku Valuta Asing
1.     Perusahaan
2.     Individu
3.     Bank Umum
4.     Pialang pasar valas / broker
5.     Pemerintah
6.     Bank sentral
7.     Spekulan dan arbitraser

Kelebihan Valuta Asing
1.     Transaksi 24 jam
Tidak seperti transaksi pasar modal, pasar valuta asing berjalan 24 jam selama 5 hari
2.     Likuiditas
Banyaknya broker dalam pasar valuta asing menjadikan pasar  valuta asing menjadi sangat likuid sekaligus bisa menjadikan harga menjual lebih stabil.
3.     Rendahnya Biaya Transaksi
Biaya transaksi di pasar valuta asing secara online tidak ada, namun hanya dikenakan biaya yang jumlahnya cukup beragam salah satu contohnya adalah biaya pada saat penarikan dana dari akun forex.
4.     Keuntungan dari Kenaikan dan Penurunan Harga
Para trader dapat menarik keuntungan dari kenaikan harga yaitu selisih antara harga beli dengan harga jual atau harga penutupan pada pesanan beli. Sedangkan pada jaman jual, keuntungan yang didapat dari selisih antara harga jual dengan harga beli atau penutupan.
5.     Marjin Perdagangan
Perdagangan dengan marjin dapat membuat daya beli investor melebihi jumlah modal yang dimiliki.

Kelemahan Pasar Valuta Asing
1.     Resiko kurs pertukaran
Resiko ini timbul sebagai akibat dari naik turunnya nilai tukar (kurs) valuta asing.
2.     Resiko negara asal
Resiko ini timbul dari akibat campur tangan pemerintah yang mata uangnya diperdagangkan di pasar valuta asing.

Motif Bertransaksi Valuta Asing
1.     Komersial         : berupa ekspor, impor, lalu lintas modal
2.     Funding            : berupa pinjaman valuta asing dan kebutuhan cash flow
3.     Investasi           : commercial investment, portofolio investment
4.     Market making : berupa perdagangan valuta asing yang dilakukan bank – bank
    dengan menawarkan harga 2 arah sebagai market making.


 Interaksi antara Pasar Valuta Asing dan Pasar Uang
Pemilihan dana dalam pasar uang selalu berkaitan dengan pasar uang. Artinya, jika kita hendak menginvestasikan uang kita dalam pasar uang maka kita akan selalu mempertimbangkan kegiatan yang terjadi di pasar valuta asing, demikian pula sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk menentukan investasi mana yang paling menguntungkan di pasar uang atau pasar valuta asing. Interaksi antara pasar uang dan valuta asing ini menjadi lebih penting apabila jumlah dana yang ada dalam jumlah besar atau kondisi ekonomi pada saat yang kurang baik.
Sumber :
Ø   

Pasar Modal


Pengertian Pasar Modal
Pasar modal adalah tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Dipasar modal, yang diperjual belikan adalah modal berupa hak kepemilikan perusahaan dan suret pernyataan hutang piutang.
Pasar modal di Indonesia memiliki beberapa instrumen yang diperjual-belikan. Instrumen – instrumen tersebut dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu instrumen yang tergolong ke dalam ekuitas, obligasi, dan derivatif.
1.      Ekuitas
Instrumen yang akan menambah ekuitas pemilik modal, yaitu saham. Memiliki instrumen jenis ini berarti investor menjadi pemilik perusahaan tersebut sebesar modal yang ditanamkan. Instrumen yang paling dikenal dari pasar jenis ini adalah saham. Ada dua jenis saham yang jamak dipasarkan, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (prefereed stock).

2.      Obligasi
Obligasi berbeda dengan ekuitas yang telah diterangkan sebelumnya. Perusahaan sering memanfaatkan pasar ini untuk mencari pinjaman langsung dari investor dengan mnerbitkan surat fixed income securities, utang yaitu berupa dokumen yang menyatakan kesediannya membayar sejumlah uang tertentu dimasa depan. Selain akan membayar uang sejumlah pokok pinjaman yang dipinjamkan investor, perusahaan juga harus membayar bunga pinjaman atau kupon bunga secara berkala. Oleh karena investor akan menerima pembayaran bunga setiap periode dalam jumlah tetap, maka semua efek utang yang diterbitkan perusahaan disebut efek berpendapatan tetap.

3.      Derivatif
Derivatif merupakan bentuk turunan dari sekuritas utama yang ada, dalam hal ini saham. Derivatif yang banyak dikenal di Indonesia barulah warrant dan right.
a.      Warrant merupakan hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan pada waktu yang telah ditetpkan pula. Warrant biasanya dikeluarkan perusahaan sebagai “pemanis” buat investor ketika mereka mengeluarkan saham.
b.      Right mirip dengan warrant, right juga merupakan hak untuk membeli saham pada harga tertentu pada waktu yang telah ditetapka. Right diberikan pada pemegang saham lama yang berhak untuk mendapatkan tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada second offering. Beda dengan warrant masa perdagangan right sangat singkat, berkisar antara 1 – 2 minggu saja.

Harga warrant dan right yang wajar adalah harga pasar saham dikurangi dengan harga exercise. Jika harga pasar warrant atau right lebih besar dari harga wajarnya, berarti ada premium yang dibayarkan.

Jenis – Jenis Pasar Modal
1.      Pasar Perdana
Adalah penjualan perdana efek / penjualan efek oleh perusahaan yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual melalui bursa efek.
2.      Pasar Sekunder
Adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek tersebut. Naik turunnya kurs suatu efek ditentukan oleh daya tarik menarik antara permintaan dan penawaran efek tersebut.
3.      Pasar Paralel
Merupakan pelengkap bursa efek yang ada.
Fungsi Pasar Modal
Pasar modal sebagai tempat bertemunya pihak yang memiliki dana dengan pihak yang memerlukan dana jangka panjang (perusahaan), mempunyai 2 fungsi yaitu :
1.      Ekonomi
Didalam ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pemilik dana ke pihak yang memerlukan dana jangka panjang.
2.      Keuangan
Didalam keuangan dengan cara menyediakan dana ang diperlukan oleh perusahaan atau pihak yang memerlukan dana dan para pemilik dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva.
Pelaku Pasar Modal
1.      Emiten
Adalah perusahaan yang menjual pemilikannya kepada masyarakat (go public), ada beberapa tujuan suatu perusahaan yang go public, yaitu :
a.      Memperoleh tambahan dana yang digunakan dalam perluasan usaha
b.      Melakukan pengalihan pemegang saham
c.      Mengubah atau memperbaiki komposisi modal

2.      Investor
Adalah badan atau perorangan yang membeli pemilikan suatu perusahaan go public. Pemodal perorangan adalah orang atau individu yang atas namanya sendiri melakukan penanaman modal (investasi), sedangkan pemodal badan (lembaga) adalah investasi yang dilakukan atas nama lembaga seperti perusahaan, koperasi, yayasan, dana pensiun dan lain – lain. Dalam suatu perusahaan yang go public, investor pertama adalah pemegang saham sendiri. Sedangkan pemegang saham yang ke 2 adalah pemegang saham melalui pembelian saham pada penawaran umum di pasar modal.


3.      Lembaga penunjang
Berfungsi sebagai penunjang atau pendukung bekerjanya pasar modal. Lembaga penunjang tersebut yaitu :
a.      Penjamin emisi (underwriter)
Berfungsi sebagai penjamin dalam penjualan efek yang diterbitkan oleh perusahaan go public.
b.      Penanggung (guarantor)
Lembaga penengah antara si pemberi kepercayaan dengan si penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum menanamkan dananya.
c.      Perantara perdagangan efek (broker, pialang)
Adalah pihak yang melakukan jual beli efek yang listing di bursa efek. Pialang memperoleh balas jasa dari layanan yang ia berikan kepada investor. Layanan tersebut berupa informasi yang dibutuhkan investor untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan keuangan (financial management).
d.      Perusahaan surat berharga (securities company)
Bergerak dibidang perdagangan efek – efek yang tercatat dibursa efek. Perusahaan surat berharga ini didukung oleh tenaga profesional dalam mekanisme perdagangan efek seperti underwriter, broker, fund management. Jadi, perbedaannya dengan pedagang efek (dealer) adalah bahwa pedagang efek mempunyai aktivitas jual beli efek dan memberi informasi dan konsultasi kepada klien saja, sedangkan perusahaan surat berharga tidak hanya itu, tetapi juga menyediakan jasa profesional yang lain seperti underwriter, fund management.

Lembaga yang terkait di Pasar Modal
Lembaga yang terkait dengan pasar modal dibedakan menjadi empat kelompok.
a.      Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal)
Fungsi utama Bapepam adalah sebagai pembuat regulasi, pengorganisasi semua bursa-bursa pasar modal yang ada di Indonesia dan pengawas jalannya pasar modal. Bapepam diharapkan dapat mewujudkan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, transparan, dan melindungi kepentingan investor di pasar modal.
b.      Instansi Pemerintah Terkait
Instansi ini meliputi Badan Koordinasi Penawaran Modal (BKPM), Departemen Teknis, dan Departemen Kehakiman.
c.      Lembaga Swasta Terkait
Lembaga swasta yang turun aktif daalm pasar modal dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok profesi penunjang dan kelompok lembaga penunjang. Profesi penunjang yang diperlukan jasanya dalam pasar modal adalah :

1.      Akuntan Publik
Peran akuntan publik yang pertama adalah memeriksa laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan tersebut. Kedua adalah melakukan pemeriksaan terbatas atas modal sendiri dan iktisar keuangan pokok perusahaan yang akan dimuat dalam prospektus.

2.      Notaris
Jasa notaris diperlukan untuk : 1) membuat berita acara RUPS dan menyusun pernyataan keputusan-keputusan RUPS; 2) Meneliti keabsahan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan RUPS; dan 3) meneliti perubahan anggaran dasar.

3.      Konsultasi Hukum
Konsultan hukum adalah pihak independen yang dipercayai keahlian dan integritasnya.

4.      Penilai (Appraisial)
Penilai memberikan jasanya dalam menentukan nilai wajar suatu aktiva atau menlai kembali aktiva-aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan.

5.      Konsultan efek (Investment Advisor)
Konsultan efek akan memberikan pendapat kepada nasabahnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pendapatan harga suatu efek dan jual beli efek.

Sumber :

Kamis, 21 Juni 2012

Kenaikan BBM (Akan) Mengangkangi Konstitusi?


Sebuah negara hukum, lazim ketika ada sebuah konstitusi yang kemudian menjadi dasar suatu negara dalam menjalankan pemerintahan. Konsep konstitusi sendiri telah ada sejak zaman Yunani. Dalam bahasa Yunani, konstitusi kemudian dibedakan dengan undang-undang biasa. Politea sebagai konstitusi, Nomoi sebagai undang-undang biasa. Politea mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada Nomoi karena Politea.
Selain dasar, ada juga yang berpendapat bahwa konstitusi juga sebagai pembentuk suatu negara. Menurut Wirjono Prodjodikoro, konstitusi berasal dari bahasa perancis, Constituer yang berarti membentuk, yang dalam konteks ini membentuk negara. Sudah jelaslah bahwa dalam konstitusi juga terdapat cita-cita pembentukan negara yang diamanatkan oleh para founding father dalam konstitusi.
Tentunya cita-cita ini tidak sembarangan disematkan oleh para founding father. Dimaksudkan disematkan dalam konstitusi, agar para pemegang amanah rakyat dalam menjalankan tampuk pemerintahan, bisa mengarahkan negara ini menuju Welfare State, cita-cita mulia para founding father, negara yang mampu mensejahterahkan rakyatnya.

Cita-cita ini yang kemudian diamanahkan dalam pasal 33 UUD 1945 Negara Republik Indonesia.
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam ya ng terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebe sar-besarnya kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berk eadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal ini yang kemudian menjadi penjamin kesejahteraan dalam setiap penyelenggaraan pemerintah. Bahwa hak negara lah untuk menguasai sektor-sektor produksi yang menguasai hajat hidup jutaan rakyat Indonesia.

Pengangkangan Putusan MK = Mengangkangi Konstitusi
Masalah kemudian timbul dalam pembahasan UU APBN-P 2012. Rapat Paripurna yang direncanakan membahas tentang persetujuan DPR untuk mendukung atau tidak kenaikan BBM, membahas mengenai pasal 7 ayat 6 yang berbunyi seperti ini :
“Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.”
Pemerintah yang berniat menaikkan BBM, seakan dibantu dengan keputusan DPR yang membuat poin dari Pasal di atas yaitu Poin 6A. Poin itu membolehkan pemerintah menaikkan BBM bila harga minyak mentah dunia berfluktuasi lebih atau kurang dari 15% dari asumsi dalam 6 bulan. Ini yang kemudian menjadi masalah dalam dalam anggaran tahun ini.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003, MK pernah memutus inkonstitusional pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak & Gas Bumi. Substansi pasal tersebut tidak jauh beda dengan pasal 7 ayat 6a yang menyerahkan harga ke pasar internasional. Pasal 28 Ayat 2 & ayat 3 :
(2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.
(3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.

Menurut MK, pemerintah harus turut campur tangan dalam penentuan harga eceran BBM. Penyerahan penentuan harga eceran BBM ke pasar internasional adalah pengangkangan secara langsung terhadap konstitusi. Penambahan ayat di UU APBN-P 2012 adalah secara langsung menghina putusan MK karena dalam putusan itu secara jelas MK melarang menyerahkan harga BBM eceran ke pasar internasional.
Selanjutnya kita melihat adanya kekacauan dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan jika ada penambahan poin 6a di pasal tersebut. Karena untuk persoalan harga ini sebelumnya sudah diatur dalam UU 22 Tahun 2011 tentang Minyak & Gas Bumi. Yang kemudian dibatalkan oleh MK melalui putusannya.
Sebelumnya MK telah melarang untuk menyerahkan harga BBM ke pasar internasional karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di pasal 33 UUD 1945. Namun kenapa DPR tidak belajar dari sejarah putusan itu?

Bahwa harga BBM eceran tidak bisa diserahkan ke pasar internasional. Ini yang kemudian menjadi masalah utama dan sangat rentan diputus inkonstitusional oleh MK jika ada yang mengajukan uji materi ke MK. Alhamdulillah Senin, (2/4/2012) kemarin Bapak Yustil Ihza Mahendra telah melakukan uji materiil ke MK terkait pasal ini. Semoga saja keadilan bisa ditegakkan di MK.

Krisis Kepercayaan Terhadap Pemerintah
Banyaknya masyarakat yang menentang kenaikan BBM ini sebenarnya menunjukkan adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Masyarakat masih melihat banyak opsi lain seperti pemberantasan korupsi, penghematan belanja negara, rendahnya pemasukan negara dari tambang dan lain-lain, yang masih belum dilakukan secara maksimal.

Pertemuan antara lain merekomendasikan agar keputusan tentang harga BBM dapat dilakukan dengan cepat, untuk mengurangi spekulasi dan inflasi akibat ketidakpastian kenaikan harga BBM.
Dalam jangka menengah, keputusan untuk menaikkkan harga BBM hendaknya tidak berdasar pada kepentingan sesaat, tetapi terukur berdasarkan kriteria yang telah disepakati bersama. Misalnya, perlu adanya batasan minimal gejolak harga minyak dunia yang menjadi acuan.

Indikator-indikator lain perlu juga ditetapkan berkaitan dengan komitmen pemerintah, misalnya kenaikan BBM baru dilakukan setelah pemerintah melakukan penghematan anggaran, mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu dan atau kriteria lainnya.

Untuk jangka panjang, perlu dibentuk peta jalan tentang visi energi ke depan, yang berisi tentang strategi ke depan di bidang energi. (ZG)

Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 (halaman 227-228)
“Para Pemohon mendalilkan, sebagai akibat diserahkannya harga minyak dan gas bumi kepada mekanisme persaingan usaha, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat (2) undang-undang a-quo, di samping akan menimbulkan perbedaan harga antar daerah/pulau yang, menurut Para Pemohon, dapat memicu disintegrasi bangsa dan kecemburuan sosial, juga bertentangan dengan praktik kebijaksanaan harga BBM di setiap negara di mana Pemerinah ikut mengatur harga BBM sesuai dengan kebijaksanaan energi dan ekonomi nasional setiap negara, karena komoditas BBM tidak termasuk dalam agenda WTO. Terhadap dalil Para Pemohon dimaksud, Mahkamah berpendapat bahwa campur tangan Pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah dapat mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan kebijakan harga tersebut termasuk harga yang ditawarkan oleh mekanisme pasar. Pasal 28 ayat (2) dan (3) undang-undang a quo mengutamakan mekanisme persaingan dan baru kemudian campur tangan Pemerintah sebatas menyangkut golongan masyarakat tertentu, sehingga tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, guna mencegah timbulnya praktik yang kuat memakan yang lemah. Menurut Mahkamah, seharusnya harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi dalam negeri ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan kepentingan golongan masyarakat tertentu dan mempertimbangkan mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Oleh karena itu Pasal 28 ayat (2) dan (3) tersebut harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945;”
Celah yang terbuka dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, menurut pandangan saya, membuat Mahkamah Konstitusi akan kesulitan menggunakan alasan “political questions” (permasalahan pilihan kebijakan) untuk menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Seperti kita ketahui, kemungkinan besar akan diajukan permohonan terhadap kebijakan yang mengatur penentuan harga BBM. Dalam Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012, ditentukan bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya, apabila dalam kurun waktu 6 bulan terakhir ada kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen. Kemungkinan besar yang dipermasalahkan adalah dasar penentuan kebijakan yang mengacu pada naik turunnya harga tersebut (awam dipahami sebagai “mekanisme pasar”). Tentu akan sulit diterima, bahwa Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan untuk menguji pilihan kebijakan yang mengacu pada “mekanisme pasar” tersebut, sedang sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah mengutak-atik pilihan kebijakan yang mengacu pada “mekanisme pasar”.
Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012
“Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam enam bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.”
Meskipun permohonan dapat diterima, menurut pendapat saya, belum tentu permohonan tersebut akan dikabulkan. Justru sebaliknya, dalam pemahaman saya, justru permohonan tersebut akan ditolak.
Pertama, kalau alasannya ada kewenangan yang tidak jelas diatur, yaitu apakah pemerintah (eksekutif) berwenangan untuk menentukan harga BBM, putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah menjawab dengan lugas. Penentuan tersebut memang menjadi kewenangan pemerintah. Artinya, kalau mau jujur, adanya larangan pemerintah untuk menetapkan harga BBM tersebut (Pasal 7 ayat 6 UU APBN-P 2012) justru yang tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya.

Kedua, jika yang dijadikan dasar pembatalan adalah adanya pertimbangan naik turunnya harga minyak di pasar dunia (awam dipahami sebagai “mekanisme pasar”), meskipun konteksnya sebenarnya lain dengan putusan Mahkamah Konstitusi – yang merujuk ke pasar dalam negeri, tidak ada larangan penggunaan acuan tersebut sebagai dasar penentuan kebijakan. Faktanya, suka atau tidak suka, pemerintah akan terikat pada kondisi pasar dunia. Kalau pertanyaannya kemudian, mengapa tidak pilihan kebijakan fiskal lain yang diambil – selain menurunkan subsidi BBM, saya pikir hakim juga bukan berarti bisa punya jawaban yang lebih baik.
Apa dasarnya menentukan satu mata anggaran, misalnya, lebih bisa dijadikan prioritas ketimbang yang lain? Idealnya, keadaan ini akan membuat hakim seharusnya menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima, tetapi karena toh sebelumnya Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan poin terkait pilihan kebijakan ini, maka saat ini Mahkamah Konstitusi semestinya meluruskan kembali putusannya itu. Menafsirkan dengan lugas bahwa untuk penilaian kebijakan apa yang akan digunakan, serta bagaimana perhitungannya, adalah wilayah pembuat kebijakan. Selama tidak ada pelanggaran hak konstitusional, maka sesungguhnya hakim tidak punya kewenangan, serta toh tidak bisa menetapkan secara obyektif juga, bagaimana kebijakan itu semestinya diambil.
Baik argumen “demokrasi ekonomi” untuk “menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” sesuai Pasal 33 ayat (4), maupun ketidakpastian hukum sesuai Pasal 28D ayat (1), pada akhirnya, sebagaimana pernah diputuskan sebelumnya oleh Mahkamah Konstitusi (lihat Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 di atas), secara hukum telah diatur sebagai kewenangan pemerintah. Bagaimana pilihan kebijakan yang diambil, pada akhirnya menjadi wilayah politik cabang kekuasaan eksekutif, yang tidak bisa diterobos oleh kekuasaan yudikatif. Bukan soal mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, tetapi kalaupun Mahkamah Konstitusi, katakanlah, kembali akan mencampuri hal tersebut, yang jadi pertanyaan, dasar apa yang akan dipakai oleh Mahkamah Konstitusi? Dapatkah menghitungnya tanpa mencampuri kewenangan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, serta kemudian diterima oleh DPR? Bukan hanya sekali, dalam kondisi seperti ini, Mahkamah Konstitusi akan berpendapat bahwa kewenangan yang dimiliki eksekutif “telah diuji secara obyektif” oleh DPR. Dengan kata lain, balik ke bahasa jargon hukum, ada permasalahan pilihan kebijakan (“political questions”).

Kekeliruan Dalam Penyusunan Pasal
Dalam sebuah penyusunan peraturan perundang-undangan, kita harus bisa taat asas peraturan-peraturan yang baik. Asas-asas ini tercantum dengan sangat jelas dalam pasal 5 UU 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan
harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang
meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.

Asas-asas inilah yang kemudian tidak diperhatikan oleh DPR dalam penyusunan UU APBN-P 2012. Dalam penyusunannya kita bisa melihat ada penambahan poin 6a dalam pasal 7 ayat 6. Dari substansinya, disini ada pertentangan antara ayat 6 dengan poin 6a. Dimana pada ayat 6 pemerintah tidak bisa menaikkan harga BBM eceran karena secara langsung menyatakan bahwa harga BBM eceran tidak bisa dinaikkan. Namun dalam rumusan poin 6a nya kita melihat ada kemungkinan kenaikkan BBM eceran dinaikkan. Disinilah yang bisa dianggap melanggar asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang tercantum dalam pasal 5 UU 12 Tahun 2011.
Untuk asas kejelasan tujuan & kejelasan rumusan, apakah kita melihat adanya kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan? Di ayat 6 tertera bahwa BBM eceran tidak bisa dinaikkan, namun di ayat 6 huruf a memungkinkan adanya kenaikan BBM eceran dengan mengikuti harga internasional. Inilah yang kemudian menjadi letak kesalahan DPR dalam menetapkan huruf a dalam ayat 6. Pasal 7 kemudian akan menjadi pasal yang multitafsir karena substansinya yang saling bertentangan satu sama lain.
Pada akhirnya, UU APBN-P Pasak 7 Ayat 6 ini yang kemudian menghalalkan kenaikan BBM eceran bisa disimpulkan telah cacat materiil maupun formil. Materiil karena substansinya sudah pernah diputus oleh MK bahwa penyerahan harga BBM eceran itu inkonstitusional karena menabrak langsung Pasal 33 UUD 1945. Cacat secara formil karena dalam pembentukannya melanggar asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik dan berpeluang menjadi pasal karet yang multitafsir.

Kesimpulan
Pemerintah yang datang dengan alasan ingin mengefesiensikan kenaikan harga minyak di dunia internasional dengan cara menaikkan BBM, yang kemudian beralasan bahwa jika tidak dinaikkan akan menyebabkan APBN jebol, harusnya kemudian mengevaluasi diri. Banyak kemudian hal-hal yang menurut kami perlu diperbaiki. Di bawah ini solusi kita kepada pemerintah terkait masalah BBM.
1) Penghematan APBN melalui reformasi birokrasi secara menyeluruh di seluruh lembaga negara dan kementerian negara.
2) Memperkuat sinergitas antara eksekutif dan legislatif dalam memperhatikan masalah BBM terkait masalah energy terutama BBM.
3) Konversi energi untuk kebutuhan kecil dan rumah tangga.
4) Peningkatan dan pengeloaan produksi minyak dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan

Sumber :