Dalam berbagai model makro yang lazin kita pelajari untuk merumuskan tujuan perjalanan suatu perekonomian pada dasarnya ditujukan pada upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pencapaian kesempatan kerja penuh (full employment) dan inflasi yang terkendali. Tiga tujuan kebijakan makro ini pernah menjadi Trilogi Pembangunan pada saat Repelita I (1969-1974) dengan rumusan pertumbuhan, kesempatan kerja dan stabilitas. Kemudian formulasi berikutnya sudah lebih jelas sebagai rumusan politik perekonomian dengan tekanan pada pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan.
Jika dalam realitas kehidupan perekonomian ada dinamika dari waktu ke waktu, dalam model pertumbuhan kita mengenal jalur pertumbuhan optimal yang mengantar pada masa keemasan atau “golden age”. Di dalam pencarian tingkat pertumbuhan optimal sendiri sering kita berhadapan dengan persoalan pemulihan jalur cepat pertumbuhan yang menjadikan ekonomi over heated dan mungkin juga pengharapan yang berlebihan. Apa pelajaran penting yang harus kita petik terhadap teori pertumbuhan ekonomi optimal itu? Jawabnya ternyata teori ini mengajarkan bahwa masa kejayaan atau golden age itu terwujud, apabila pertumbuhan dapat diusahakan pada tingkat optimal hingga tercapai tingkat konsumsi perkapita yang maksimal sebagai suatu tujuan yang tepat. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi sendiri bukan tujuan akhir, tetapi indikator pencapian tujuan pada setiap titik dan harus diarahkan agar golden rule ditaati, sehingga tidak mudah terjadi kecelakaan. Hal ini menjamin sepanjang perjalanan perekonomian akan tercapai tingkat konsumsi per-kapita yang tertinggi atau kesejahteraan tertinggi. Dan pertimbangan lain yang lebih penting lagi ada jaminan yang perlu ditegaskan, bahwa tidak ada mereka yang harus hidup di bawah garis kemiskinan kecuali mereka yang dapat dipelihara oleh Negara.
Pada dasarnya pencapaian golden age di muka dapat disejajarkan dengan tujuan nasional kita untuk mencapai peningkatan taraf hidup dan kecerdasan bangsa adalah rumusan konsumsi (pengeluaran/ individu yang maksimun). Jika dilihat sejarah perekonomian kita sejak kemerdekaan terlihat adanya pola siklus tujuh tahunan yang menurut berbagai ahli seperti Emil Salim, Frans Seda, dan Mubyarto sendiri yang mengutip pendapat keduanya dapat dijadikan dasar periodisasi perkembangan perekonomian Indonesia. Sampai dengan akhir 1990an telah dapat dikenali 8 periode perkembangan perekonomian Indonesia yang mencerminkan gerakan pendulum mencari bentuk kearah bentuk perekonomian yang ideal, atau pencarian sistem ekonomi perekonomian nasional. Periodisasi tersebut sekaligus menujukan bahwa sejak awal 1990an kita sudah mulai sadar akan bahaya konsentrasi dan konglomerasi. Dan datangnya krisis pada akhir 1997 memperkuat kesadaran baru untuk membangun ekonomi rakyat. Sehingga periode ini (1994-2001) oleh Mubyarto dinamakan masa Menuju Ekonomi Kerakyatan dan memang benar akhirnya lahir Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat yang mengatur dan memberi pengertian mengenai Sistem Ekonomi Kerakyatan. Penegasan mengenai perlunya menyelenggarakan perekonomian dengan Sistem Ekonomi Kerakyatan ini memang semula diyakini akan mengakiri perdebatan tentang berbagai pikiran yang pernah berkembang antara Sistem Ekonomi Pancasila dihadapkan pada pikiran yang berpendapat bahwa cukup merinci mengenai Demokrasi Ekonomi seperti yang pernah diusulkan oleh ISEI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar