Pengertian Sangketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu
objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat
:
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Cara – Cara Penyelesaian
Sengketa
a.
Negosiasi
Negosiasi
merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai.
Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang
dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui
negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang
bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para
pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak
ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu
bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran
diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau
organisasi internasional.
b.
Mediasi
Ketika negara-negara
yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat
menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi yang dilakukan
oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu
perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus
bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak
memihak salah satu negara pihak sengketa.
Intervensi yang
dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk.
Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk
melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur
komunikasi tambahan.
Dalam menjalankan
tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak
dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono
untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Pelaksanaan mediasi
dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa perjanjian
internasional, antara lain The Hague Convention 1907; UN Charter; The European
Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.
c.
Arbitrase
Hukum
internasional telah mengenal arbitrase sebagai alternatif penyelesaian
sengketa, dan cara ini telah diterima oleh umum sebagai cara penyelesaian
sengketa yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dengan
menggunakan metode arbitrase dapat menggunakan badan arbitrase yang telah
terlembaga, atau badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian
sengketa internaisonal melalu jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan
arbitrase tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak,
meskipun sifat putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.
Pada saat
ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga, yaitu
Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai jalur
penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.
Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
· Negosiasi atau perundingan
Negosiasi
adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling
melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi
tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa
tersebut secara baik.
· Ligitasi adalah sistem penyelesaian sengketa
melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur
litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak
mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua
belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak
akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.
Kebaikan dari sistem ini adalah:
1.
Ruang lingkup
pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa
dapat diperiksa melalui jalur ini)
2.
Biaya yang
relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana,
Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari
sistem ini adalah:
1.
Kurangnya
kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan
Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut
dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke
Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan
hukum tetap)
2.
Hakim yang
"awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum.
namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh
hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak
tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan
mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim
juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak
ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi
hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.
Berdasarkan konsekuensi
bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak
yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib
memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih
lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka
pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan
kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim
harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk
dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta
perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati
akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke
pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara
tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak
boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama
dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
· Arbitrase
Arbitrase adalah
cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini
bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa
perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh
prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula
arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat
perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa
tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian
sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa
para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan
kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut
tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara
tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya
klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase
dibandingkan litigasi antara lain:
1.
Arbitrase
relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang
tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak
tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua
Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak
dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga
boleh menolak penunjukan tersebut.
2.
Arbiter
merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan
lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk
menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal
ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang
disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
3.
Kepastian
Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para
pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan
upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal
tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan
setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad
tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya
antara lain:
1.
Biaya yang
relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau
pihak yang kalah)
2.
Putusan
Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke
Pengadilan Negeri.
3.
Ruang lingkup
arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan,
ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar