Sabtu, 16 Juni 2012

Perlindungan Konsumen


Pengertian konsumen
Konsumen berasal dari bahasa Belanda “Konsument” artinya memakai. Menurut para sarjana konsumen diartikan pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka dari para produsen.
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentng perlindungan konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pemakai produk itu dapat perorangan atau badan usaha atau badan hukum.

Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
1.     Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

2.     Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.     Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

4.     Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5.     Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1.     Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2.     Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3.     Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4.     Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5.     Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.     Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Hak dan Kewajiban Konsumen
Untuk melindungi hal tersebut, penting kiranya para konsumen memahami hak-hak yang dimiliki demi mendapatkan perlindungan akan barang dan/jasa yang dikonsumsinya. Berikut hak-hak yang dimiliki para konsumen:
1.     Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa
2.     Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3.     Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan atau jasa
4.     Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan
5.     Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6.     Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
7.     Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8.     Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9.     Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang – undangan yang lainnya
Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan hal – hal berikut ini :
1.     Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2.     Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa
3.     Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati
4.     Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
  1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.

 Perbuatan yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan.
1.     Larangan dalam memproduksi / memperdagangkan
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
v tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
v tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
v tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
v tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
v tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
v tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
v tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto

2.     larangan dalam menawarkan / memproduksi
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar     atau seolah - olah .
v barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
v Barang tersebut dalam keadaan baik/baru;
v Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu.
v Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
v Barang atau jasa tersebut tersedia.
v Tidak mengandung cacat tersembunyi.
v Kelengkapan dari barang tertentu.
v Berasal dari daerah tertentu.
v Secara langsun g atau tidak merendahkan barang atau jasa lain.
v Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
v Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

3.     larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
v menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
v Tidak mengandung cacat tersembunyi.
v Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
v Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.

4.     larangan dalam periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
v mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
v Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
v Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
v Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
v Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
v Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Lazimnya klausula baku dicantumkan dalam huruf kecil pada kuitansi, faktur/bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus mernegosiasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya jika membeli tiket menonton pertunjukan, apakah wajar untuk menegosiasikan akibat hukum jika pertunjukan itu dibatalkan? Namun demikian, untuk melindungi kepentingan konsumen beberapa jenis klausula baku secara tegas dilarang dalam undang – undang perlindungan konsumen.

Klausula Baku yang Dilarang
Ada delapan jenis klausula baku yang dilarang dalam UU Perlindungan Konsumen. Artinya, klausula baku selain itu sah dan mengikat secara hukum.
Klausula baku dilarang mengadung unsur-unsur atau pernyataan:
1.     Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsumen
2.     Hak pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen
3.     Hak pengusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen
4.     Pemberian kuasa dari konsumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran
5.     Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen
6.     Hak pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa
7.     Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
8.     Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk pembebananhak tanggungan, gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.<ref>Psl. 56 UU 8/1999</ref>
Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tak dapat jelas dibaca, atau yang maksudnya sulit dimengerti.
Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang dilarang tersebut, maka klausula itubatal demi hukum. Artinya, klausula itu dianggap tidak pernah ada.

Praktek dan Pengawasan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ditugaskan untuk mengawasi pencantuman klausula baku, selain menyelesaikan sengketa konsumen. Namun, BPSK bersifat pasif dan hanya bertindak jika ada pengaduan atau keluhan konsumen. BPSK juga gamang, tidak merasa berwenang menindak pencantuman klausula baku yang dilarang. Tindakah BPSK sebatas meminta pelaku usaha untuk menghapus klausula yang diarang itu jika timbul sengketa.

Sanksi dalam Pelaku Usaha
Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda

Sanksi yang melibatkan negara :
1.     Sanksi internasional, yaitu langkah – langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan – alasan politik
2.     Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali
3.     Sanksi ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas – batas tertentu seperti persenjataan, atau dagangan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat – obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba

Sanksi perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
1.     Pengembalian uang
2.     Pengembalian barang
3.     Perawatan kesehatan
4.     Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

Sanksi administrasi
Minimal Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3)
Sanksi pidana
1.     Kurungan :
a.     Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) pasal 8,9, 10, 13 ayat (2), 15, 17, ayat 1 huruf a, b, c, dan e dan pasal 18
b.     Penjara 2 tahun atau denda Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) pasal 11, 12, 13, ayat (1), 14, dan 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
2.     Ketentuan pidana lain (di luar undang – undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian
3.     Hukuman tambahan, antara lain :
a.     Pengumuman keputusan Hakim
b.     Pencabutan izin usaha
c.      Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
d.     Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
e.     Hasil pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat


Sumber :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar